OSPEK Itu Bisa Menyenangkan, Baca Kalau Tidak Percaya !

OSPEK Itu Bisa Menyenangkan, Baca Kalau Tidak Percaya !
Ospek yg mempermalukan maba dan ala ala militer itu udah nggak zaman lagi. Ospek yang menyenangkan itu bukan mitos. Ini contohnya.



Ayo jujur saja diakui, jika ospek (orientasi studi dan sosialisasi kampus) itu nyebelin. Ribet benar . Pagi-pagi buta telah wajib hingga kampus. Pakai kemeja putih dan celana kain warna hitam. Pakai name tag dan topi ala ala. Ada yg hingga wajib pakai caping. Coba bawa cangkul sekalian.

Yang lebih nyebelin lagi ketika kapasitas name tag nggak boleh salah. Masih mending jika maba dikasih tahu ukuran panjang dan lebar secara langsung. Ada sebuah kampus negeri di Jogja yang kapasitas name tag harus dicari sendiri sama maba. Info panjang serta lebar name tag pakai rumus-rumus fisika. MAMAM!

Masih terdapat yang lebih nyebelin? Ya jelas terdapat. Ospek yang nggak manusiawi, yg merendahkan harkat manusia itu nggak cuma menyebalkan, tetapi perlu diberantas.

Beberapa hari yg lalu, nama Universitas Khairun di Ternate, Maluku Utara, jadi perbincangan. Sebabnya, terdapat maba yg disuruh merangkak melewati selangkangan seniornya kemudian ramai-ramai minum air bercampur ludah. Ini sih bukan ospek, tetapi penyiksaan.

Ospek tak manusiawi itu jadi perdebatan. Ada yg mencoba membela beserta narasi “Yang kayak gini sih masih enteng, dulu zaman gue lebih berat” atau “…yg digempur kan bukan fisik, akan tetapi ngebentuk mental…” Saya sering kali resah, kenapa sih ospek itu kudu menyiksa lahir dan batin maba? Ala ala militerisme itu udah ketinggalan jaman serta nggak pantas dilakukan.

Mental apa yang ingin dibuat dari kegiatan mempermalukan orang serta merendahkan harkat maba?

Mental pembalas dan pendendam? Mental pembenci kampus sendiri? Apakah terdapat ospek yang lebih menyenangkan? Saya yakin telah banyak kampus yang punya model ospek menyenangkan. Saya beruntung mampu perasaan salah satunya.

Ini bukan promosi kampus ya. Dulu, admin kuliah di Sanata Dharma. Kami punya yang namanya Insadha atau Inisiasi Sanata Dharma selama tiga hari.

Hari pertama masih normal kayak ospek di lokasi lainnya yg pakai kemeja putih lengan panjang dan celana kain warna hitam. Tapi, di hari kedua dan ketiga, kami bebas mau pakai apa, yg penting rapi serta sopan.

Insadha itu ngapain aja? Karena Sanata Dharma punya beberapa kampus, kami menjalani ospek di dua kampus, yaitu yang di Mrican dan Paingan. Isinya? Ya namanya saja ospek alias orientasi studi dan sosialisasi kampus, jadi isinya ya “pengenalan kampus”. Kami diajari mendaftar jadi anggota perpus, cara meminjam buku, dan mengenal workstation, tempat kami bisa pakai PC perpus untuk nugas atau bikin skripsi kelak.

Ini bagian dari ospek yg menyenangkan. Terutama karena beberapa dosen di Sastra Indonesia suka ngasih judul buku buat dipelajari. Kami tinggal ke perpus buat mencari. Makanya, Insadha itu memudahkan mahasiswa yang mau nugas lantaran telah kenal perpus semenjak dini. Cari buku di basement yg dingin betul, lalu ngetik di workstation.

Orientasi Insadha benar -benar mengenalkan kampus, bukan jalan jongkok pakai topi kerucut di tengah lapangan di bawah terik mentari . Kami dibagi-bagi lagi dalam kalangan kecil untuk mengerjakan beberapa tugas serta diskusi. Nggak ada sanksi jalan jongkok melewati selangkangan senior ketiga nggak jadi yang terbaik pada waktu garap tugas itu atau kudu minum air campur ludah.

Insadha pula punya ciri khas, namanya “Salam Insadha”. Saya telah nggak ingat lagi “Salam Insadha” Angkatan 2005. Yang saya ingat, setiap kali Seksen (Seksi Kesenian–dulu sih bentuknya band) bawain “Salam Insadha”, di bagian reff, kami yg baris paling belakang malah moshing. Habis musiknya lumayan asyik buat moshing. WQWQWQ…

Di puncak ospek atau hari ketiga, isinya bahagia-bahagia. Malam harinya, di lapangan Realino atau Santiago Berdebu yang kini sudah ditanami rumput adonan sintetis, ada panggung buat semacam konser malam inisiasi. Selain Seksen, dulu yg main juga terdapat grup-grup musik kampus. Rasanya udah bukan ospek, akan tetapi konser.

Well, intinya merupakan, ospek yang menyenangkan itu bukan mitos. Saya rasa, inisiasi yg manusiawi akan lebih berkesan buat maba. Mental mereka pula terbentuk. Mental buat studi serta belajar hidup di tengah orang banyak tanpa ada rasa menyesal pernah ikut ospek.

Cinta nggak pernah lahir dari bentakan, hukuman, serta paksaan. Cinta lahir dari perhatian serta penghargaan akan keberadaan orang lain.


Mau punya mental tangguh pun bisa dibuat dari rasa sayang kepada kampus, tidak hanya dari bentakan dan hukuman. Nggak seluruh maba itu cocok beserta ospek ala militerisme. Ada yang sanggup lebih sayang dengan ospek yang menyenangkan.