Coworking Space; Tempat Nyaman Mencari Ide Sambil Bekerja Dan Bersantai
Menurut riset yg dilakukan Greitchen Spreitzer dkk, menyatakan di coworking space, para pekerja berkembang lebih baik daripada di kantor konvensional.
Jika kamu belum pernah menginjakkan kaki di coworking space atau creative lab atau space untuk sekadar bekerja atau ngopi sambil ngobrol dengan sahabat-teman pada rangka menyambung tali silaturrahmi, bertukar pikiran, atau meeting yg lalu dijadikan aksi nyata berupa usaha di bidang industri kreatif atau menggerakkan roda organisasi. Maka cobalah sesekali main ke sana barang sejam atau lebih dan nikmati setiap sudut ruangnya.
Istilah coworking sendiri sebetulnya telah sangat lama ada, hanya saja istilah ini baru dipopulerkan oleh Brad Neuberg dalam tahun 2005. Lalu, coworking space merupakan sebuah usaha atau organisasi yg mengimplementasikan seluruhnya pada konsep coworking itu sendiri.
Di coworking space, kita akan perasaan sensasi bekerja yg menyenangkan serta penuh gairah, itu lantaran tiada sekat di antara kita yg bisa menghalangi orang buat saling berinteraksi dengan beberapa orang dari banyak sekali kalangan.
Tanpa adanya sekat yang biasanya terdapat di tempat kerja konvensional, kita dapat berkenalan dengan orang dengan berbagai kalangan, menjalin hubungan, kemudian menciptakan komitmen buat berjanji sehidup semati jejaring sosial yang lebih luas, guna memperluas wawasan tentang profesi lain atau mengerakan roda perekonomian beserta cara berkolaborasi dalam membentuk sebuah produk.
Saya rasa hal ini telah banyak kita temui di pasaran, di mana polanya boleh jadi tetap sama, yaitu mengamati yang sudah terdapat, menirunya beserta ciri khas yang tidak sama dari produk sebelumnya, lalu memodifikasinya sedemikian rupa sesuai beserta keinginan kita, pada akhirnya hal ini akan menampilkan daya tarik sendiri bagi pasar yang kita sasar.
Lalu bagaimana bersama tarif menjadi member coworking space? Setiap coworking space mempunyai kebijakannya masing-masing tentunya. Sejauh yang saya tahu, wacana tarif ada yang per 3 jam, perhari, atau perbulan. Semakin lama durasi kita pada menyewa, maka biaya yg dikerluarkan setara bersama layanan atau fasilitas yang kita bisa.
Jadi agar otak ini tidak hingga pecah hanya gara-gara tidak pula nemu gagasan atau ide brilian buat tumbuh kembang dan masa depan perusahaan, sementara deadline telah didepan mata. Maka, ruang kerja tersebut dirancang sedemikian rupa, seindah serta senyaman mungkin, mirip dengan diberi ornamen serta pernak-pernik. Hingga datang pada kesimpulan berakibat ruang kerja sebagai tempat yg mengasyikan, menggembirakan, dan menjadi supporting system dalam bekerja. Atau admin sebut sebagai ruang kerja yang berkesenian.
Dan seperti yg telah admin sampaikan di atas, di coworking space masih ada banyak pekerja dari bermacam-macam profesi, sebut saja programmer, akuntan publik, broker saham, auditor, project manager, desainer grafis, blogger, penulis, jurnalis, hingga yg masih bersekolah pun nimbrung pada satu ruang kerja.
Bayangkan saja, apa jadinya apabila mereka duduk dalam satu meja buat kemudian mendiskusikan suatu hal yg dirasa penting bagi mereka pula bagi banyak orang, kemudian membuat project dengan?. Saya rasa hasilnya terperinci akan maksimal serta optimal.
Ada perbedaan yang cukup kontras, orang yg bekerja di coworking space dengan yg bekerja di kantor konvensional.
Pertama, beberapa orang yg bekerja di coworking space cenderung memperlakukan kerja sebagai urusan yg bermakna serta tentu mempunyai nilai lebih.
Kedua, mereka memiliki kendali yang lebih besar atas pekerjaannya.
Ketiga, bekerja beserta banyak orang bersama bermacam-macam profesi dan keahlian, menciptakan mereka merasa jadi bagian dari sebuah komunitas yg saling mengisi dan melengkapi satu beserta yg lain.
Menurut riset yang dilakukan oleh Greitchen Spreitzer dkk, menyatakan bahwa di coworking space, para pekerja berkembang lebih baik dari dalam di kantor konvensional—di mana dalam kantor konvensional masih ada sekat-sekat yg bisa membatasi “ruang gerak” pekerja dalam melaksanakan tugasnya, sehingga apa yang terjadi? Timbul rasa bosan, letih, mengantuk, karena hilangnya support sytem yang bisa memacu kita dalam berkreatifitas dan berinovasi.
Kalau kurang percaya, silahkan lihat kantor Google di seluruh penjuru negeri, atau tak usah jauh-jauhlah ya, di negeri berflower ini, di dalamnya masih ada pernak-pernik, ornamen, dan hiasan dinding yang dirancang sedemikian rupa sehingga semua karyawannya tak cepat bosan, apa lagi mengantuk. Kalau capek, ya tinggal rehat sejenak, ngopi sembari ngudud di kedai “Mbah Google”. Beres urusan.
Rata-rata di kota besar di Indonesia pasti masih ada coworking space, mirip dengan Surabaya, Jogja, Makassar, Medan, Semarang, atau di Jabodetabek, beserta beragam nama tentunya. Sebab, di kota-kota besar inilah banyak orang yg mencari acuan demi tetap bertahan serta hidup, beserta beragam pekerjaan yg mengharuskan kita—hah kiita?!—buat mencari ruang yg dapat menciptakan inspirasi dan kreatifitas dalam bekerja.
Pada umumnya, coworking space masih ada ruangan khusus buat workshop, kajian, diskusi antar komunitas, atau forum lainnya yang memungkinkan kita bisa berjumpa beserta beberapa orang yg ahli dibidangnya, sehingga tak hanya bekerja, tetapi kita disuguhkan bersama hal-hal positif semacam itu, akhirnya wawasan kita akan bertambah, ilmu yg kita dapat pun bermacam-macam.
Tidak hanya itu, sering kali di coworking space pula masih ada perpustakaan yg menyediakan berbagai buku, majalah, komik, zine pada bahasa Indonesia serta Inggris. Kita pun mampu mengakses ebook yang sudah disediakan. Ini cocok bagi siapapun yang ingin sekadar mencari referensi untuk makalah, skripsi, tesis, atau konten buat media.
Akhirnya, apapun yg dikerjakan, selagi kita niat dan sepenuh hati dalam membentuk sebuah karya, atau mencari acuan demi masa depan serta hidup yg harus berlanjut ini, bekerja di manapun serta kapanpun, aku rasa oke, oke saja.
Selama ada kopi, kretek, dan wifi. Saya rasa seluruh akan baik-baik saja. Bukan begitu?